Senin, 13 Januari 2014

Beranjak Dewasa (Episode 1)



Realita remaja, itulah yang dihadapi saat kita melewati masa pubertas dan pada masa itu adalah masa kejayaan dari setip orang yang mengalaminya. Sekolah tempat kita menghabiskan waktu, disana terdapat banyak peraturan dan larangan. Tapi dalam kehidupan remaja tidaklah masalah karena peraturan dibuat untuk dilanggar dan larangan dibuat untuk ditentang. Namaku Binora Rolando, tapi teman-temanku memanggilku dengan sebutan Bino.

Aku sekolah di salah satu sekolah menengah umum yang berada di sudut kota bandung, dan waktu itu aku baru duduk di bangku kelas 12 tepatnya ini adalah semester terakhirku. Setiap pagi aku harus bangun lebih pagi agar aku tidak terlambat karena aku adalah tipe orang pemalas. Sebelum ke sekolah aku selalu menjemput temanku dia adalah Bayudi Ramadhani Siahaan atau sering dipanggil Bayu. Dia adalah teman yang paling lama bersamaku, karena dia sudah sekelas denganku sejak SD. Kami tidak pernah malu untuk bercerita atau curhat. Kami selau terbuka dan selalu membantu bila ada diantara kita yang punya masalah, baik masalah keluarga, atau masalah pribadi masing-masing. Aku dan Bayu sering disebut-sebut pasangan emas, karena baik kita sendiri atau sudah berpacaran kta selalu bersama. Aku dan bayu sebenarnya mempunyai 1 slogan, yaitu “MENDAPAT PACAR LEBIH MUDAH DARIPADA MENDAPAT TEMAN”. Dari kalimat itulah aku dan Bayu tidak ingin persahatan yang telah lama dibangun hancur gara-gara seorang perempuan yang hanya mementingkan dirinya sendiri.

Di sekolah, kami berkelompok. Tapi bukan berarti kami anarkis dan kumpulan orang yang kriminal. Sebenarnya memang kelompok kami agak sedikit nakal tapi masih dalam hal yang wajar. Di kelompok kami ada Daniel Raditya Suherman dipanggil Daniel, kemudian Reza Nurahman tapi sering dipanggil Joe, dan terakhir ada William Napoleon Broke dipanggil Willy. Willy sebenarnya anak belasteran antara francis dan orang bandung, sehingga nama dia agak berbau bule.

Kami berlima selalu membuat kegaduhan di sekolah dikala waktu istirahat, misalnya saja aku selalu menjahili anak kutu buku yang sedang makan di kantin dengan cara mengejek mereka saat makan. Bukan hanya itu saja kelakuan kami, masih banyak kelakuan kami yang bisa dibilang mengganggu. Kami bukannya tidak pernah dipanggil oleh guru, sebenarnya kami sering dipanggil pihak BP. Tapi kami selalu tidak kapok untuk melakukanya kembali, meskipun orang tua kami sering dipanggil sekolah. Memang, kami selalu ditegur oleh guru dan juga orang tua kami. Tapi entah mengapa kami tidak pernah kapok meskipun sudah pernah di hukuman sekolah berupa larangan masuk sekolah selama satu minggu.

Kebiasaan kami yang berikutnya adalah nongkrong. Ya, tidak ada yang paling menyenangkan selain nongkrong bersama teman-teman. Kami selalu nongkong di kios kecil yang berada tidak jauh dari sekolah kami. Disana kami menghabiskan waktu dengan mengobrol dan bercanda dengan ditemani rokok dan juga segelas kopi. Disana kami menghabiskan waktu sampai kopi habis, atau yang lebih parah kami pulang saat adzan maghrib berkumandang.

Bercerita tentang masa-masa remaja tidak lengkap rasanya apabila tidak membicarakan cinta. Mengapa demikian? Karena disaat remaja-lah kami benar-benar merasakan apa yang namanya cinta, meskipun masih labil tapi dimasa itulah getaran-getaran cinta dimulai dan dirasakan. Mungkin memang kalimat itu sedikit berlebihan, tapi memang itulah yang kami rasakan saat itu. Kisah asmaraku sebenarnya berawal saat aku menginjak kelas 11, saat itu aku ingin melihat masa orientasi siswa atau MOS. Dan sekilas aku melihat salah seorang siswi. Dia berpenampilan cantik, tubuhnya tidak terlalu tinggi, rambutnya pendek, dan berkacamata. Setelah itu perempuan itu selalu ada dimimpiku dan aku selalu curhat pada bayu dan juga teman-teman dari kelompoku. Awal mulanya aku malu untuk berkenalan dengan dia, namun karena teman-teman dari kelompokku selalu mengejekku dengan kata pecundang. Dan pada akhirnya aku menanyakan pada teman sekelasnya. Dari situ aku tahu bahwa dia bernama Lusiana Putri Dewi, dan dia sering dipanggil Lusi. “Lusi, Lusi, oh Lusi mengapa kau cantik bagai bidadari” kataku dalam hati. Dan keesokan harinya akupun bersiap untuk mendekatinya. Sebenarnya aku malu setengah mati tapi aku mencoba untuk memberanikan diri untuk mendekati Lusi. Hal itu pun terjadi ketika bell pulang sudah dibunyikan, aku melihat dia sedang bersama temannya yang yang akan bergegas untuk pulang. Aku pun tidak tinggal diam, langsung saja aku mendekati dia dan teman-temanya yang ada disampingnya tadi pun perlahan-lahan mundur karena mungkin mereka mengerti aku ingin mendekati Lusi. Dan adegan sinetron mulai terjadi, dimana saat aku ingin bicara dengan dia hujan datang dan dia pergi begitu saja tanpa ada kata apapun. Dan teman-teman Lusi pun bertanya padaku “ka suka ya sama Lusi?”, aku pun menjawab dengan wajah agak tersenyum “ngga ko kaka hanya ingin berkenalan saja dengan teman kalian yang itu, hehehe”. Setelah itu pun aku ditertawakan oleh teman-temanku yang memang menyaksikan perjuanganku tadi. (To be continued)