Realita remaja, itulah
yang dihadapi saat kita melewati masa pubertas dan pada masa itu
adalah masa kejayaan dari setip orang yang mengalaminya. Sekolah
tempat kita menghabiskan waktu, disana terdapat banyak peraturan dan
larangan. Tapi dalam kehidupan remaja tidaklah masalah karena
peraturan dibuat untuk dilanggar dan larangan dibuat untuk ditentang.
Namaku Binora Rolando, tapi teman-temanku memanggilku dengan sebutan
Bino.
Aku sekolah di salah satu
sekolah menengah umum yang berada di sudut kota bandung, dan waktu
itu aku baru duduk di bangku kelas 12 tepatnya ini adalah semester
terakhirku. Setiap pagi aku harus bangun lebih pagi agar aku tidak
terlambat karena aku adalah tipe orang pemalas. Sebelum ke sekolah
aku selalu menjemput temanku dia adalah Bayudi Ramadhani Siahaan atau
sering dipanggil Bayu. Dia adalah teman yang paling lama bersamaku,
karena dia sudah sekelas denganku sejak SD. Kami tidak pernah malu
untuk bercerita atau curhat. Kami selau terbuka dan selalu membantu
bila ada diantara kita yang punya masalah, baik masalah keluarga,
atau masalah pribadi masing-masing. Aku dan Bayu sering disebut-sebut
pasangan emas, karena baik kita sendiri atau sudah berpacaran kta
selalu bersama. Aku dan bayu sebenarnya mempunyai 1 slogan, yaitu
“MENDAPAT PACAR LEBIH MUDAH DARIPADA MENDAPAT TEMAN”. Dari
kalimat itulah aku dan Bayu tidak ingin persahatan yang telah lama
dibangun hancur gara-gara seorang perempuan yang hanya mementingkan
dirinya sendiri.
Di sekolah, kami
berkelompok. Tapi bukan berarti kami anarkis dan kumpulan orang yang
kriminal. Sebenarnya memang kelompok kami agak sedikit nakal tapi
masih dalam hal yang wajar. Di kelompok kami ada Daniel Raditya
Suherman dipanggil Daniel, kemudian Reza Nurahman tapi sering
dipanggil Joe, dan terakhir ada William Napoleon Broke dipanggil
Willy. Willy sebenarnya anak belasteran antara francis dan orang
bandung, sehingga nama dia agak berbau bule.
Kami berlima selalu
membuat kegaduhan di sekolah dikala waktu istirahat, misalnya saja
aku selalu menjahili anak kutu buku yang sedang makan di kantin
dengan cara mengejek mereka saat makan. Bukan hanya itu saja kelakuan
kami, masih banyak kelakuan kami yang bisa dibilang mengganggu. Kami
bukannya tidak pernah dipanggil oleh guru, sebenarnya kami sering
dipanggil pihak BP. Tapi kami selalu tidak kapok untuk melakukanya
kembali, meskipun orang tua kami sering dipanggil sekolah. Memang,
kami selalu ditegur oleh guru dan juga orang tua kami. Tapi entah
mengapa kami tidak pernah kapok meskipun sudah pernah di hukuman
sekolah berupa larangan masuk sekolah selama satu minggu.
Kebiasaan kami yang
berikutnya adalah nongkrong. Ya, tidak ada yang paling menyenangkan
selain nongkrong bersama teman-teman. Kami selalu nongkong di kios
kecil yang berada tidak jauh dari sekolah kami. Disana kami
menghabiskan waktu dengan mengobrol dan bercanda dengan ditemani
rokok dan juga segelas kopi. Disana kami menghabiskan waktu sampai
kopi habis, atau yang lebih parah kami pulang saat adzan maghrib
berkumandang.
Bercerita tentang
masa-masa remaja tidak lengkap rasanya apabila tidak membicarakan
cinta. Mengapa demikian? Karena disaat remaja-lah kami benar-benar
merasakan apa yang namanya cinta, meskipun masih labil tapi dimasa
itulah getaran-getaran cinta dimulai dan dirasakan. Mungkin memang
kalimat itu sedikit berlebihan, tapi memang itulah yang kami rasakan
saat itu. Kisah asmaraku sebenarnya berawal saat aku menginjak kelas
11, saat itu aku ingin melihat masa orientasi siswa atau MOS. Dan
sekilas aku melihat salah seorang siswi. Dia berpenampilan cantik,
tubuhnya tidak terlalu tinggi, rambutnya pendek, dan berkacamata.
Setelah itu perempuan itu selalu ada dimimpiku dan aku selalu curhat
pada bayu dan juga teman-teman dari kelompoku. Awal mulanya aku malu
untuk berkenalan dengan dia, namun karena teman-teman dari kelompokku
selalu mengejekku dengan kata pecundang. Dan pada akhirnya aku
menanyakan pada teman sekelasnya. Dari situ aku tahu bahwa dia
bernama Lusiana Putri Dewi, dan dia sering dipanggil Lusi. “Lusi,
Lusi, oh Lusi mengapa kau cantik bagai bidadari” kataku dalam hati.
Dan keesokan harinya akupun bersiap untuk mendekatinya. Sebenarnya
aku malu setengah mati tapi aku mencoba untuk memberanikan diri untuk
mendekati Lusi. Hal itu pun terjadi ketika bell pulang sudah
dibunyikan, aku melihat dia sedang bersama temannya yang yang akan
bergegas untuk pulang. Aku pun tidak tinggal diam, langsung saja aku
mendekati dia dan teman-temanya yang ada disampingnya tadi pun
perlahan-lahan mundur karena mungkin mereka mengerti aku ingin
mendekati Lusi. Dan adegan sinetron mulai terjadi, dimana saat aku
ingin bicara dengan dia hujan datang dan dia pergi begitu saja tanpa
ada kata apapun. Dan teman-teman Lusi pun bertanya padaku “ka suka
ya sama Lusi?”, aku pun menjawab dengan wajah agak tersenyum “ngga
ko kaka hanya ingin berkenalan saja dengan teman kalian yang itu,
hehehe”. Setelah itu pun aku ditertawakan oleh teman-temanku yang
memang menyaksikan perjuanganku tadi. (To be continued)